ZONA CADAS - Ada banyak tipe penggemar musik. Beberapa di antaranya bisa dibedakan dari kadar kecintaan mereka kepada para idolanya. Ya, ibarat nasi goreng (nasgor), hubungan keduanya selalu saja ada pemisahan spesial atau nggak.
Tipe pertama adalah penggemar yang cenderung nggak perduli jenis musik yang lagi dia dengarkan. Selama bikin badan bergoyang dan nendang gendang telinga, penggemar jenis ini sudah cukup puas. Dia cuma pengikut tren semata yang bakal segera mengganti celana cutbray ala Cliff Burton-nya dengan celana melorot yang bawahnya mengecil seperti pensil cuma karena takut dibilang 'katrok ' sama teman-temannya.
Lirik yang sederhana dan gampang diingat juga sangat disukai penggemar jenis ini. Sepanjang bisa dinyanyikan di kamar mandi dan dijadkan senjata buat mencuri hati cewek pujaannya, dia nggak butuh lirik berbelit-belit dan berat khas Khalil Gibran. Penggemar jenis ini nyaris pelit mengeluarkan uang buat nonton konser. Kalau bukan karena ceweknya, dia lebih suka nonton gratisan.
Sebaliknya bagi penggemar sejenis yang berkantong tebal, dia nggak akan segan menghamburkan uangnya buat nonton setiap konser musik band-band dunia cuma karena takut disebut ketinggalan jaman. Sebagai contoh, sebut saja namanya David, seorang pengusaha muda yang memiliki tidak kurang tujuh toko pakaian dan belasan mobil mewah di kawasan Depok pernah berujar dengan heboh kepada saya. “Gila, konser Dragonforce keren banget, penontonnya rame, sound-nya kenceng, tiketnya murah lagi!” Saat ditanya balik, “”T rail of Broken Heart ” sama “Fury of the Storm ” dibawain nggak?”. Jawabnya dengan polos, “Nggak tau! Emang ada lagu yang judulnya itu?” Lucu banget kan?
Bukan cuma itu, penggemar jenis ini biasanya nggak punya kaset/CD yang banyak. Dia cukup mendengarkan lagu lewat radio, nonton TV, pinjam kaset/CD sana-sini, dan rekam kaset atau burning CD lewat temannya. Sekalipun beli, paling cuma bajakan. Tambahan lain, dia nggak perlu tahu berapa album yang sudah dirilis dan siapa saja anggota band pelantun lagu yang sedang digemarinya. Cukup tahu nama si vokalis dan judul lagunya, plus hapal sebaris lirik lagu artis pujaannya sudah bisa dianggap hebat!
Penggemar tipe kedua mirip medan magnet, karena dia dan idolanya bisa saling menarik dan saling melontarkan. Seperti metalhead asal Bogor, panggil saja Riza, yang sangat tergila-gila dengan Metallica. “Saat-saat dimana James Hetfield (vokalis) mengocok gitarnya sambil berteriak, ' Exit light, enter night, take my hand ……..!' di setiap konsernya, itulah yang membuat gue selalu merinding,” katanya. Pria berumur 25 tahun ini merasa sosok James ada dalam dirinya.
“Lagu-lagu Metallica menjadi sarapan pagi yang mengenyangkan sebelum berangkat kerja,” tambahnya.
Penggemar jenis ini hafal betul lagu, album, dan kapan masing-masing anggota band berulang tahun. Bahkan, dia bisa dengan gampang mengenali kalau si vokalis mengganti sebaris liriknya ataupun saat jari si gitaris kesrimpet waktu konser. Bukan cuma itu, dia biasanya punya kamar khusus pernak-pernik artis pujaannya, mengoleksi semua kaset, CD dan DVD, bahkan rela membayar mahal buat menonton konser idolanya baik di dalam maupun di luar negeri. Hal lainnya, dia rela menghabiskan waktu berjam-jam cuma buat mengakses situs resmi artis idamannya daripada buat bekerja dan keluarga. Apalagi buat ceweknya, sudah nggak ada waktu lagi.
Satu hal unik dari penggemar jenis ini adalah soal penampilan yang selalu bergaya ala artis idolanya. Kalau nggak memanjangkan rambut dan membiarkan jenggotnya tumbuh lebat, paling nggak satu aksesoris khas idolanya menempel terus di salah satu anggota badannya. Bahkan, dia akan dengan bangga mempertahankan celana cutbray ala Cliff Burton-nya, pakaian bahan kulit ala Judas Priest-nya, atau celana ketat ala Axl Rose-nya ketimbang mengganti dengan celana kedodoran ala anak muda kekinian.
Terakhir tapi nggak kalah penting (kalau nggak mau dibilang kasar), di saat bangkrut sekalipun, penggemar jenis ini nggak mau menjual kaset dan CD koleksinya. Nguras tabungan biasanya menjadi jalan keluar supaya tetap bisa merokok, minum kopi, dan makan. Alternatif lain, pinjam sana-sini menjadi jalan terakhir untuk bertahan hidup.
Yang ketiga adalah tipe penggemar yang rela mengorbankan dirinya sendiri atau bahkan artis idolanya dengan cara apapun. Terdengar gila, tapi penggemar jenis ini memang ada meskipun lebih banyak di luar negeri sana ketimbang di sini. Seperti seorang penggemar Radiohead asal Inggris berumur 25-an yang begitu fanatik sampai-sampai hafal semua lirik, menjalani hidup dan mengubah diri sebagai Thom Yorke (vokalis Radiohead). Ujung-ujungnya, ia mati overdosis lantaran dituduh terpengaruh lirik-lirik lagu Radiohead.
Ada lagi cerita lain. Yakni anak remaja asal California bernama John McCollum yang bunuh diri di tahun 1985 dengan menarik pelatuk pistol hingga peluru menembus tengkoraknya setelah mendengar lagu “Suicide is Solution ” dari Ozzy Osbourne. Penggemar Björk kelahiran Uruguay bernama Ricardo Lopez juga memilih untuk menghabisi nyawanya sendiri pada 1996 lantaran cemburu melihat hubungan sang idola dengan musisi Goldie. Sebelum bunuh diri, Lopez sempat mengirimi artis asal Islandia itu sebuah paket berisi bom.
Okelah, Bob Welch (Fleetwood Mac), Ronnie Montrose, Sid Vicious (Sex Pistols), Kurt Cobain (Nirvana), dan Michael Hutchence (INXS) memang telah pergi dengan cara bunuh diri dan kita sempat menangisi mereka. Tapi apakah kita harus mengikuti cara tewas mereka? Siapa yang bakal menangisi kita? Paling-paling cuma keluarga dan teman dekat. Jadilah seorang fans yang baik.
Berkaca pada kejadian yang dialami Bjork, peristiwa paling besar dan bakal terus diingat di dunia musik adalah ditembaknya John Lennon sampai tewas oleh seorang penggemar bernama Mark David Chapman di depan rumahnya, The Dakota pada 8 Desember 1980. Nggak beda dengan John Lennon, Dimebag Darrell (eks gitaris Pantera) juga mengalami nasib yang sama. Dia tewas ditembus peluru penggemarnya waktu manggung dengan band barunya, Damageplan, di Alrosa Villa Columbus, Ohio. Konon, si pembunuh bernama Nathan Gale itu nggak rela melihat Dimebag bergabung dengan band selain Pantera sampai akhirnya ia harus menembak salah satu gitaris paling berpengaruh di dunia metal itu tiga kali pada 8 Desember 2004.
Ya, orang bisa beli kaset dan CD musik yang disukai. Dia juga bisa dengan sering mendatangi konser manapun yang membuatnya enjoy. Tapi, jika sudah bunuh diri atau malah membunuh artis pujaannya, ini sudah bukan lagi fanatik, tapi obsesif!
Meski begitu, penggemar jenis ini juga nggak selalu melakukan hal-hal besar seperti bunuh diri atau membunuh. Di Indonesia khususnya, ada hal-hal kecil yang yang bisa dikategorikan penggemar bertipe militan ini. Misalnya kalau kamu meyimpan sobekan baju, tusuk gigi bekas makan, atau bahkan tissue bekas buang air artis idola kamu, itupun termasuk terobsesi!
Selain tiga tipe di atas, masih ada tipe penggemar lain yang agak susah dikategorikan. Beberapa tahun lalu, saat salah satu band metal dunia menggelar konser di Jakarta, kelompok penggemar 'spesial' band tersebut mengaku kecewa dengan sikap promoter yang nggak mengistimewakan kefanatikan mereka. Mereka kecewa karena harga tiket nggak dibedakan dengan penggemar yang status maniak-nya (mereka anggap) biasa-biasa saja. Mereka juga kecewa karena akses masuk di gate utama mirip antrian sembako yang notabene nggak layak buat penggemar sekelas mereka.
Aneh memang. Bukankah dengan bisa menyaksikan aksi sang idola di depan mata saja sudah lebih dari cukup? Apalagi sebelumnya (bahkan selama bertahun-tahun) mereka cuma bisa meratapi kegagalan promoter-promoter lain dalam upaya mendatangkan band pujaannya tersebut. Apa susahnya sih berterima kasih kepada promoter, datang ke arena konser, duduk manis, terus pulang sambil bilang 'Alhamdulillah'? Ah sudahlah, toh mereka tidak mewakili semua penggemar fanatik band tersebut di Indonesia. Terus, kamu termasuk penggemar jenis mana? Awas, jangan sampai salah pilih nasi goreng!
Penulis; RIKI NOVIANA |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar